TEMPO.COJakarta - Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyetujui besaran kenaikan iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional yang diusulkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Ya, yang sesuai yang diberikan DJSN itu," kata Fachmi usai menghadiri acara BPJS Kesehatan Award di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2019. BPJS memang menginginkan adanya penyesuaian iuran kepesertaan karena selama ini tidak ada perubahan nominal iuran sejak beberapa tahun terakhir.
Dalam rancangan usulan kenaikan iuran peserta JKN diperkirakan akan naik mulai dari Rp 16.500 hingga Rp 40.000 dari tiap kelas kepesertaan yang berbeda-beda. Usulan kenaikan iuran kelas 1 tercatat sebagai yang paling signifikan, dari Rp 80.000 menjadi Rp 120.000.
Lalu, iuran kelas 2 diusulkan untuk naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 80.000. Sementara iuran kelas 3 diusulkan untuk naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Fachmi menegaskan pihaknya tidak turut campur tangan dalam penyusunan nominal kenaikan iuran seperti yang telah dilakukan DJSN. Dia menyebut BPJS Kesehatan hanya menyodorkan data-data mengenai besaran pengeluaran yang dibutuhkan untuk membiayai tiap peserta dan berbagai informasi lainnya.
ADVERTISEMENT
"Memang yang mengusulkan DJSN, tapi apakah kita terlibat, tentu tidak. Itu keputusan policy. Kalau dari sisi teknis, misal kebutuhan data informasi utilisasi, berapa biaya selama ini pengeluaran per orang per bulan, kita support data. Itu saja posisi kita," ucap Fachmi.Fachmi menyebutkan saat ini BPJS Kesehatan hanya menunggu keputusan kenaikan jumlah iuran yang telah disepakati oleh pemerintah dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebelumnya memastikan iuran BPJS Kesehatan akan naik di semua kelas. Langkah ini diambil untuk menyelamatkan BPJS dari defisit yang terus naik.
"Semua kelas (akan naik). Karena antara jumlah urunan dengan beban yang dihadapi oleh BPJS tidak seimbang, sangat jauh," kata Moeldoko saat ditemui di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 6 Agustus 2019.
Moeldoko mengatakan Kantor Staf Presiden selama ini kerap menerima persoalan-persoalan mengenai BPJS Kesehatan. Karena itu, ia merasa kenaikan ini adalah hal yang sangat wajar. Tahun ini, BPJS Kesehatan memang diprediksi akan mengalami defisit hingga Rp 29 triliun.
ADVERTISEMENT
Selain sebagai langkah penyelamatan BPJS Kesehatan, Moeldoko juga menyebut kenaikan ini juga perlu, agar masyarakat sadar bahwa untuk sehat itu perlu biaya yang mahal. "Saya tak ingin ada istilah kesehatan itu murah. Sehat itu mahal. Kalau sehat itu murah, orang nanti menyerahkan ke BPJS. Mati nanti BPJS," ujar Moeldoko.

Komentar